Indonesia yang selama ini menjadi salah satu importir bersih bahan bakar fosil terbesar di dunia, kini tengah bersiap menyambut gelombang investasi energi baru terbarukan (EBT) yang sangat potensial. Dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan lebih dari 240 juta penduduk, Indonesia memiliki pangsa pasar EBT yang sangat menarik, terutama dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya energi ramah lingkungan.
Menurut Achmad Deni Daruri, Pendiri Bumi Global Karbon (BKG) Foundation, sekitar 270 juta penduduk Indonesia bergantung pada bahan bakar fosil impor, membuat negara ini rentan terhadap guncangan dan krisis geopolitik. Namun, dengan potensi investasi energi terbarukan yang melimpah, terutama matahari dan angin, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.
Proyeksi dari Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) menyatakan bahwa 90% pasokan listrik dunia akan berasal dari EBT. Oleh karena itu, pengembangan EBT di Indonesia bukan hanya solusi untuk mengurangi emisi karbon tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan pada impor energi.
Dalam hal biaya, EBT saat ini merupakan opsi daya termurah di sebagian besar dunia. Biaya listrik dari tenaga surya telah turun 85% dalam satu dekade terakhir, sementara biaya energi angin darat dan lepas pantai masing-masing turun 56% dan 48%. Dengan harga yang semakin terjangkau, EBT menjadi pilihan yang menarik bagi investor dan konsumen.
Achmad Deni Daruri juga menyoroti dampak kesehatan yang signifikan dari polusi udara akibat pembakaran bahan bakar fosil. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 13 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh pencemaran udara, termasuk polusi udara. Transisi menuju investasi energi bersih, seperti tenaga surya dan angin, tidak hanya membantu mengatasi perubahan iklim tetapi juga masalah kesehatan masyarakat.
Dengan potensi investasi sebesar USD5,9 triliun yang dihabiskan untuk mensubsidi industri bahan bakar fosil pada 2020, Pemerintah Indonesia diharapkan untuk menetapkan strategi yang mendukung peluang investasi dalam EBT. Achmad Deni Daruri mengusulkan lima strategi kunci, termasuk pengaturan pasar, insentif untuk energi bersih, kebijakan ramah bisnis umum, mekanisme pembiayaan yang inovatif, dan asumsi risiko awal.
Sebagai langkah positif menuju keberlanjutan, Indonesia diharapkan dapat merangkul transformasi energi bersih, menciptakan lapangan kerja baru, dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam penerapan EBT di Asia Tenggara dan menyongsong masa depan yang lebih hijau.
Demikian informasi seputar perkembangan investasi energi baru terbarukan di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Prexer.Org.