ESDM: Investasi Energi Terbarukan Tembus US$1,5 Miliar di 2023

Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) mencatat investasi energi terbarukan pada tahun 2023 hanya mencapai US$1,5 miliar, sedikit di bawah target ambisius sebesar US$1,8 miliar. Menyikapi kenyataan ini, pemerintah menetapkan target investasi sebesar US$2,6 miliar untuk tahun 2024, namun, jumlah ini masih jauh dari kebutuhan pendanaan sektor energi terbarukan yang mencapai US$25 miliar per tahun hingga 2030, sebagai bagian dari upaya mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyampaikan bahwa diperlukan akselerasi signifikan dalam pertumbuhan investasi energi terbarukan. Pemerintah diharapkan dapat membantu mempersiapkan proyek-proyek energi terbarukan yang dapat diimplementasikan dan layak untuk dibiayai. Meskipun terdapat kendala struktural yang menghambat pencapaian target investasi selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo, di tingkat global, investasi dalam energi terbarukan terus meningkat, bahkan melampaui investasi dalam energi fosil selama lima tahun terakhir.

Fabby Tumiwa mengusulkan evaluasi serius terhadap permasalahan struktural tersebut agar pemerintah dapat segera memperbaiki lingkungan investasi energi terbarukan. Salah satu solusi yang diajukan adalah melalui tinjauan ulang atas subsidi batu bara melalui skema Domestic Market Obligation (DMO) dan kewajiban penetapan harga batu bara dalam negeri untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN.

Akselerasi pembangunan energi terbarukan dianggap sebagai keniscayaan untuk mencapai target bauran energi yang tinggi pada tahun 2030, sebagaimana yang ditetapkan oleh target Jaringan Energi Terpadu dan Berkelanjutan (JETP), serta untuk mendukung pembangunan rendah karbon di Indonesia. Meskipun ada pandangan umum bahwa harga listrik dari energi terbarukan lebih murah dan kompetitif dibandingkan energi fosil, masih diperlukan langkah-langkah konkrit untuk mendukung keberlanjutan energi terbarukan.

IESR menekankan bahwa intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) dalam sistem kelistrikan Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan, yang dapat menghambat minat investasi industri multinasional. Oleh karena itu, pemerintah perlu berupaya menurunkan intensitas emisi GRK dengan mengurangi pembangkit energi fosil dan meningkatkan pembangkit energi terbarukan. Salah satu pilihan strategis adalah pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLN yang telah mencapai usia di atas 30 tahun pada tahun 2025, sekaligus mendorong percepatan pembangunan pembangkit energi terbarukan di Indonesia.

Demikian informasi seputar perkembangan investasi energi terbarukan di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Prexer.Org.

Related Posts