Pada Rabu (20/09/23), Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Darmawan Prasodjo mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia memiliki sisa utang sebesar Rp60,66 triliun kepada PLN. Utang ini berasal dari program subsidi listrik dan kompensasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta asersi Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa hasil audit tersebut mencatat jumlah utang pemerintah kepada PLN sebesar Rp58,83 triliun untuk subsidi listrik tahun 2022. Namun, realisasi pembayaran yang telah diterima oleh PLN baru mencapai Rp54,15 triliun, sehingga terdapat kekurangan pembayaran sebesar Rp4,67 triliun.
Selain itu, untuk subsidi listrik hingga bulan Agustus 2023, pemerintah telah melakukan pembayaran sebesar Rp37,2 triliun. Namun, masih terdapat kekurangan pembayaran sebesar Rp5,82 triliun. Adapun kompensasi listrik hingga Agustus 2023 mencapai utang pemerintah sebesar Rp50,16 triliun, namun jumlah tersebut belum terbayarkan karena masih dalam proses.
Dengan demikian, total utang pemerintah kepada PLN mencapai Rp60,66 triliun. Darmawan Prasodjo mengungkapkan bahwa proses pembayaran telah berjalan dan pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan. Selanjutnya, PLN mengusulkan untuk mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp5,86 triliun pada tahun 2024. Usulan ini akan digunakan untuk melistriki 2.079 desa di seluruh Indonesia dengan total pembangunan Jaringan Tegangan Rendah (JRT) dan Jaringan Tegangan Menengah (JTM) yang signifikan.
PMN senilai Rp5,86 triliun ini akan 100% dimanfaatkan untuk Program Listrik Desa, yang akan meningkatkan Rasio Desa Berlistrik (RDB) dari 93,68% pada tahun 2023 menjadi 96,19% pada tahun 2024. Program ini akan memberikan manfaat kepada 192.446 pelanggan melalui 11 ribu kilometer jaringan distribusi di seluruh Indonesia, dengan alokasi distribusi yang beragam di berbagai wilayah Indonesia.