Langkah strategis PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (sebelumnya PT Adaro Energy Indonesia Tbk, ADRO) melepas unit usaha tambangnya, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) menuai perhatian pasar. Pada Kamis (5/12), AADI resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), seiring fokus ADRO yang bergeser ke energi terbarukan. Namun, skenario valuasi saham ADRO menjadi sorotan, terutama usai spin-off ini.
Sehari sebelum pencatatan saham AADI, saham ADRO terkoreksi 2,12% ke level Rp2.310 pada sesi I perdagangan Rabu (4/12). Dalam sebulan terakhir, harga saham ini anjlok hingga 41,22%. Tim Analis Bareksa mencatat, spin-off AADI mengurangi aset ADRO, sehingga valuasi perusahaan berpotensi melemah.
Dengan pendekatan enterprise value (EV)/EBITDA 1x, nilai wajar saham ADRO berada di kisaran Rp1.250 per saham. Jika menggunakan pendekatan EV/EBITDA 2x, nilai wajar meningkat ke Rp1.575 per saham. Namun, dengan asumsi price to earnings ratio (PE) 5x, nilai wajar berada di Rp2.020 per saham.
Koreksi saham ini juga dipengaruhi berkurangnya cash flow dari bisnis batu bara. ADRO kini hanya mengandalkan jasa tambang dan logistik sambil merintis proyek energi hijau.
ADRO menargetkan membangun tiga proyek energi terbarukan, yakni PLTA berkapasitas 1.370 gigawatt (GW), PLTA 70 megawatt (MW), dan PLTS 2 GW, dengan target rampung pada 2030. Proyek tersebut diperkirakan menambah valuasi ADRO sebesar US$1,1–1,5 miliar. Namun, apabila investor fokus pada bisnis energi hijau ini saja, harga wajar saham ADRO diprediksi turun drastis ke Rp780 per saham.
Walau menghadapi tantangan valuasi, transformasi ADRO menunjukkan komitmen pada energi berkelanjutan. Investor diimbau mencermati skenario valuasi ini untuk menentukan strategi investasi.
Demikian informasi seputar penjelasan valuasi saham ADRO yang terbaru. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Prexer.Org.
