Pertemuan IMF-WB 2018 berdampak positif pada Industri di Bali, salah satunya perhotelan. Faktanya pertemuan tersebut memberikan berkah bagi sedikitnya 70 hotel di Nusa Dua, Benoa, dan Sawangan. Ketiga daerah tersebut disebut segitiga emas atau golden triangle.
Perhotelan salah satu industri di Bali bulan Oktober memiliki rata-rata tingkat okupansi 70%-75%. Namun, dengan pertemuan IMF-World Bank ini tingkat okupansi meningkat 10%-15%. Hal tersebut dikatakan oleh Ricky Putra, selaku Chairman Bali Hotel Association. “Minimal okupansinya 85%-90%,” ujar Ricky Putra, Selasa (9/10).
Ia melanjutkan untuk daerah Nusa Dua sendiri tingkat okupansinya bahkan bisa mencapai 95%. Karena ada tiga hotel yang telah di pesan selama sebulan penuh pada Oktober ini yaitu, Nusa Dua Beach Hotel, The Westin, dan BNDCC.
Selain ada 70 hotel yang terkena dampak langsung, banyak juga yang terkena efek tidak langsung. Biasanya, turis atau peserta pertemuan yang tidak tertampung di kawasan segitiga emas tersebut akan lari ke daerah Jimbaran, Kuta, dan Sanur.
Faktor inilah yang membuat pihaknya berani memproyeksi rata-rata pertumbuhan pendapatan Industri di Bali hotel selama ajang tersebut bisa melesat 40%-50% dari bulan biasanya.
Ia bilang BI juga pernah bila pertemuan ini akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD), pajak, dan konsumsi dari masing-masing hotel sehingga pertumubuhan ekonomi di Bali bisa tumbuh menjadi 6,4% dari sebelumnya 5,1%.
Rainier H. Daulay, Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga senada. “Untuk pendapatan perhotelan dan restoran akan tumbuh sekitar 10%-15%,” tambahnya.
Bappenas menyebutkan bahwa dari sisi dampak langsung pengeluaran peserta IMF-World Bank Annual Meeting 2018. Bappenas memperkirakan angkanya mencapai Rp 943,5 miliar. Pengeluaran terbesar diperkirakan adalah dari akomodasi yang mencapai Rp 569,9 miliar. Diikuti makanan dan minuman sebesar Rp 190,5 miliar, transportasi Rp 36,1 miliar, hiburan sebesar Rp 57 miliar, dan souvenir Rp 90,2 miliar.