Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam mencapai target iklimnya pada tahun 2030. Laporan terbaru dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menyoroti urgensi untuk mereformasi kebijakan dan prosedur guna memfasilitasi investasi energi terbarukan.
Untuk mencapai tujuan iklim yang ambisius, Indonesia memerlukan investasi energi terbarukan swasta sebesar $146 miliar dalam selama dekade berikutnya. Namun, hingga kini, investasi di sektor ini masih stagnan, dengan hanya $1,5 miliar yang terkumpul pada tahun 2023, yang hanya mampu menambah kapasitas sebesar 574 megawatt (MW).
Meskipun Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar dan ekonomi yang terus tumbuh, negara ini masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangganya di Asia Tenggara. Contohnya, Vietnam telah berhasil mencapai kapasitas tenaga surya sebesar 13.035 MW dan tenaga angin sebesar 6.466 MW, sementara perkembangan di Indonesia masih terbatas.
Hambatan utama terhadap investasi swasta di Indonesia mencakup prosedur pengadaan yang rumit, persyaratan konten lokal yang ketat, serta kebijakan yang kurang menguntungkan. Posisi dominan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai utilitas nasional dalam kemitraan wajib juga dinilai menghalangi investor swasta, terutama karena adanya konflik kepentingan dan aturan pengalihan kepemilikan yang ketat.
Selain itu, perubahan sistem dari “ambil atau bayar” menjadi “berikan atau bayar” semakin mempersulit investor dalam membiayai proyek mereka.
Persyaratan konten lokal yang mewajibkan penggunaan produk dalam negeri juga telah meningkatkan biaya investasi, karena harga modul surya yang diproduksi di dalam negeri lebih mahal dibandingkan modul impor. Ditambah lagi, regulasi terkini yang mengalokasikan kredit karbon hanya untuk PLN telah menghilangkan potensi pendapatan bagi investasi energi terbarukan untuk swasta.
Laporan IEEFA menekankan pentingnya proses pengadaan yang transparan dan terdefinisi dengan baik untuk memulihkan kepercayaan investor. Ketentuan kontrak yang seimbang secara komersial juga diperlukan untuk mendukung keterlibatan sektor swasta dalam mencapai tujuan investasi energi terbarukan Indonesia.
Mutya Yustika, Spesialis Keuangan Energi di IEEFA, menyatakan bahwa investor swasta akan terdorong untuk memasuki pasar energi terbarukan Indonesia jika prosedur pengadaan lebih jelas dan regulasi diterapkan secara konsisten. Laporan tersebut mendorong reformasi komprehensif untuk menciptakan lingkungan investasi yang lebih menarik, guna mendukung pencapaian target iklim dan keberlanjutan energi di masa depan.
Demikian informasi seputar perkembangan investasi energi terbarukan di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Prexer.Org.