Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengeluarkan peraturan baru yang mempengaruhi praktik social commerce seperti TikTok Shop. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani berharap bahwa aturan ini akan menciptakan keseimbangan antara pasar digital dan konvensional. Aturan tersebut merespons kekhawatiran terhadap pasar konvensional yang terancam oleh perdagangan digital yang menawarkan harga sangat murah. Dalam rangka mengatur lebih tegas usaha di dunia digital, media sosial seperti TikTok, Instagram, Facebook, dan Twitter akan dilarang digunakan untuk berjualan. Mereka hanya dapat digunakan untuk memfasilitasi promosi, bukan sebagai tempat transaksi jual beli.
Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang masih menjual produk mereka melalui cara konvensional. Jika pelanggaran terus dilakukan, sanksi yang diberikan termasuk ancaman penutupan platform media sosial.
Namun, Puan Maharani menekankan pentingnya menciptakan strategi lanjutan yang memastikan keadilan bagi semua pihak. Data TikTok Indonesia menunjukkan bahwa ada jutaan pelaku usaha lokal dan pengguna yang mengandalkan social commerce dalam usaha mereka.
Puan Maharani juga mengingatkan pentingnya pelatihan bagi pelaku usaha konvensional agar mereka dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Selain itu, dia menyoroti pentingnya revitalisasi pasar tradisional untuk meningkatkan kenyamanan pembeli dan mengembalikan daya tarik mereka. Dalam situasi ini, Puan juga meminta platform media sosial untuk mematuhi aturan pemerintah dan mengajak para pelaku endorse dan selebriti untuk memasarkan produk secara etis.
Aturan baru ini mencerminkan upaya pemerintah Indonesia untuk menciptakan lingkungan yang adil dan berkelanjutan di era ekonomi digital yang berkembang pesat. Dengan regulasi yang cermat dan tepat, diharapkan pasar digital dan konvensional dapat berdampingan dengan baik. Apakah Anda setuju dengan pendapat Puan Maharani mengenai TikTok Shop?
